Al-Qur'an telah menyebutkan berbagai
hakikat ilmiah yang detail dan akurat sehingga ditemukanlah ilmu-ilmu baru yang
sebelumnya tidak diketahui manusia. Tepatnya, sebelum mereka mampu menciptakan
alat-alat yang canggih sebagaimana kini. Salah satu contohnya adalah firman
Allah berikut:
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik." (QS. Al-Mu’minuun : 12-14)
Ayat di atas menjelaskan fase penciptaan
manusia dan perkembangannya. Pada mulanya manusia tercipta dari sari pati
tanah. Unsur-unsur pembentuk tubuh manusia adalah unsur-unsur yang juga
dikandung tanah. Hal ini persis dengan bahan makanan untuk menyuburkan bumi.
Kemudian terbentuklah sperma. Sperma itu
masuk ke rahim. Selanjutnya, ia berkembang menjadi segumpal darah, seonggok
daging, dan memiliki tulang. Kemudian Allah membungkus tulang itu dengan
daging, lalu meniupkan ruh-Nya. Sehingga daging itu menjadi sosok manusia yang
sempurna.
Fase penciptaan manusia yang disebutkan
Al-Qur’an di atas adalah fase yang sama dengan yang ditetapkan ilmu pengetahuan
modern, terutama setelah munculnya ilmu embriologi di abad terakhir. Penemuan
ilmu yang akurat ini – juga penemuan ilmiah modern lainnya – menegaskan apa
yang ditetapkan Al-Qur’an. Padahal Al-Qur’an datang melalui lisan seorang nabi
yang ummi (buta aksara) dan tak pernah berkecimpung di di dunia ilmiah. Dalam
pandangan manusia, tentu saja hal ini tidak logis. Kecuali karena ia bersumber
dari wahyu Allah, Sang Maha Pencipta.